Senin, 01 Oktober 2012

sintesis peptida


Sintesis Peptida
Peptida, pertama disintesis oleh Emil Fischer, yang dalam 1902 juga mengemukakan gagasan bahwa protein adalah poliamida.
Sintesis amida biasa dari klorida asam dan amina berupa reaksi langsung
RCOCl + R’NH2 → RCONHR’
Namun, sintesis peptida atau protein dengan jalur ini tidak langsung. Permasalahan utama adalah terdapatnya banyak cara dalam mana asam amino itu bergabung.
Untuk mengindari reaksi yang diinginkan, setiap gugus reaktif lain, termasuk gugus reaktif dalam rantai samping, haruslah diblokade.
Kriteria untuk gugus blokade yang baik adalah :
1.      Harus lamban (inert) terhadap kondisi reaksi yang diperlukan membentuk ikatan amida yang diinginkan.
2.      Harus mudah dibuang setelah sintesis itu lengkap.
Satu gugus blokade semacam itu adalah gugus karbonat lamban terhadap reaksi pembentukan amida, tetapi mudah dibuang dalam tahap belakangan tanpa mengganggu bagian lain molekul itu.
Glisena yang gugus aminonya telah diblokade itu dapat direaksikan direaksikan denagan SOCl2 untuk membentuk klorida asam dan kemudian diolah dengan suatu asam amino baru untuk membentuk suatu amida. Namun klorida asam bersifat sangat reaktif dan dapat terjadi reaksi-reaksi samping yang tak diinginkan. Untuk menghindari permaslahan ini, glisina yang telah diblokadegugus aminonya biasanya diolah dengan etil kloroformat untuk menghasilkan suatu ester teraktifkan.
               O            O                            O    O
                                                                
NHCH2COH + ClCOC2H5 → -NHCH2COCOC2H5
Seperti suatu klorida asam, ester teraktifkan ini dapat beraksi dengan suatu gugus amino dari asam amino untuk memberikan dipeptida yang diinginkan.
Sintesis Peptida Fase Padat
Dalam tife sintesis ini, resin menahan amino C ujung pada gugus karboksilnya sementara peptidanya disintesis. Resin itu adalah suatu polistirena yang mengandung sekitar 1% satuan p-(kloro metil) stirena.
Gugus amino dari asam amino pertama yang mula-mula diblokade, sering sebagai suatu gugus t-butilloksikarbonil (gugus “BOC”) asam amino yang aminonya diblokade ini sebagai karboksilat, bereaksi dengan gugus klorida benzilik dari resin untuk membentuk gugus ester (suatu reaksi substitusi yang khas antara suatu karboksilat dan suatu halida benzilik).
 Gugus pemblokade amino dibuang dengan pengolahan dengan asam tak berair, seperti HCl dalam asam asetat : kemudian ditambahkan asam amino kedua yang aminonya diblokade (dengan suatu gugus karbonil tak teraktifkan).
Suatu teknik yang lazim untuk mengaktifkan gugus –CO2H (sehingga mau bereaksi dengan amina) adalah dengan adisi disikloheksilkarbodiamida ke asam karboksilat. Senyawa ini bereaksi dengan asam karboksilat untuk menghasilkan suatu zat antara yang memiliki suatu gugus pergi yang dapat di geser oleh amina itu dalam suatu reaksi substitusi asil nukleofilik yang khas. Produknya ialah amida.
1.      Reagensia sanggar
Reagensia sangger dikembangkan oleh Sir federik Sangger. Suatu reagensia yang berguna untukl menetapkan residu N-Ujung adalah reagensia Sanggar.gugus fluoro dari reagensia Sanggar itu dapat mengalami substitusi nukleofilik aromatik denagn amina. Substitusi itu mudah karena zat antar karbanion distabilkan oleh gugusn nitro.
Reagensia sanggar bereaksi dengan mudah dengan asam amino N-ujung dari suatu peptida dan mengubah gugus amino itu menjadi gugus arilamino. Setelah peptida yang ditangani itu dihidrolisis lengkap, asam amino N-ujung tetap terikat pada gugus 2,4 dinitrofenil dan karena dapat dipisahkan dari asam amino lain dan diidentifikasi. Kekurangan utama penggunaan reagensia sanggar adalah bahwa suatu peptida tidak dapat didegradasi menjadi suatu asam amino tiap kali, seperti dalam degradasi Edman.
2.      Rentetan dalam Asam-Asam Amino
Polopeptida besar biasanya harus dihidrolisis menjadi pecahan-pecahan yang lebih kecil untuk penetapan rentetan dalam asam amino. Campuran hidrolisis dipisah-pisahkan dari urutan residu asam amino dalam tiap pecahan ditentukan. Struktur pecahan-pecahan ini disusun seperti teka-teki jig saw untuk memperoleh struktur keseluruhan.
Dalam teori, hidrolisis parsial dapat dicapai dengan memanaskan polipeptida itu dengan air dan asam atau basa. Dalam praktek digunakan enzim proteolitik (Penghidrolisis peptida) atau reagensia kimiawi. Reagensia dan enzim ini mempunyai kelebihan dalam hal mereka memaksakanpisahan polipeptida yang spesifik.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar